Ekofeminisme dalam Antroposen: Sebuah Kritik

oleh Ni Nyoman Oktaria Asmarani

Durasi baca: +30 menit.

Pada tahun 1975, Rosemary Radford Ruether menulis bahwa perempuan harus menyadari tidak akan ada pembebasan bagi mereka. Tidak akan ada pula solusi terhadap krisis ekologi di dalam masyarakat yang hubungan dasarnya adalah dominasi. Sehingga, mereka harus menyatukan tuntutan gerakan perempuan dengan gerakan ekologi untuk mencapai pembebasan perempuan dan juga membenahi krisis ekologi itu sendiri.[1] Kaum feminis dan para perempuan ahli ekologi kemudian mulai melihat hubungan paralel antara kekerasan dan eksploitasi terhadap perempuan oleh sistem patriarki dengan eksploitasi terhadap Bumi oleh sistem ekonomi kapitalisme. Kesadaran ini timbul karena dalam sistem patriarki, perempuan dan Bumi adalah objek dan properti yang layak dieksploitasi.[2] Melihat latar belakang tersebut maka lahirlah gerakan sekaligus teori yang disebut Ekofeminisme. Continue reading “Ekofeminisme dalam Antroposen: Sebuah Kritik”

Beban Ganda dan Komodifikasi Perempuan dalam Kapitalisme

oleh  

“I got a condo in Manhattan. Baby girl, what’s hatnin? You and your ass invited. So gon’ and get to clappin’. So pop it for a pimp. Pop, pop it for me…. Jump in the Cadillac, girl, let’s put some miles on it. Anything you want, just to put a smile on it….. Gold jewelry shinning so bright… strawberry champagne on ice…… Lucky for you, that’s what I like.” [1](Bruno Mars, That’s What I Like)

Potongan lirik lagu di atas dinyanyikan oleh penyanyi internasional, Bruno Mars. Lagu tersebut mendapatkan penghargaan Grammy Awards 2018 kategori “lagu terbaik”. Di balik keberhasilan awardnya, ada pelanggengan nilai-nilai marginalisasi terhadap perempuan. Kandungan kata dalam liriknya merepresentasikan bentuk seksisme yang menggambarkan tubuh perempuan sebagai komoditi untuk dinikmati dan dikomerialisasikan. Continue reading “Beban Ganda dan Komodifikasi Perempuan dalam Kapitalisme”

Memecah Ombak: Menantang Kecenderungan Liberal dalam Anarkis Feminisme

Baca normal: 20 menit.

oleh Romina Akemi dan Bree Busk

Black Rose Anarchist Federation mengirim delegasi untuk berpartisipasi dalam AFem2014, konferensi anarkis feminisme internasional yang dikembangkan oleh komite anarkis yang berorganisasi di Inggris. Tujuan AFEM2014 adalah untuk menantang seksisme dan bentuk-bentuk penindasan lain dalam gerakan anarkis dan untuk menciptakan “ruang yang lebih aman” untuk memulai diskusi seputar pengalaman individu maupun kolektif yang dapat dilanjutkan ke dalam kerja pengorganisiran. Komite konferensi ini berharap bahwa energi yang dihasilkan oleh acara ini akan (1) menghidupkan kembali anarkis feminisme secara keseluruhan, dan (2) direproduksi sebagai serangkaian konferensi yang berkelanjutan yang akan membuat dampak secara global. Jika dilihat dari perspektif ini, AFem2014 adalah perkembangan politik penting yang menyoroti pertumbuhan anarkisme dan kebutuhan untuk memajukan teori dan praktik feminisme di dalamnya. Namun, delegasi Black Rose meninggalkan AFEM2014 dengan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban, dan yang paling utama adalah, “Apa itu anarkis feminisme?” Continue reading “Memecah Ombak: Menantang Kecenderungan Liberal dalam Anarkis Feminisme”

Feminisme Melawan Patriarkat dan Patriot

oleh Bima Satria Putra

Paling tidak sejak Perang Vietnam, sudah lama rasanya gerakan perempuan secara global tidak tampak anti-patriotik seperti hari ini. Sepanjang bulan Juli ini saja, peran gerakan perempuan dalam penghapusan Imigrasi dan Bea Cukai (ICE) di Amerika sangat besar. Para aktivis perempuan hadir dalam berbagai protes menentang deportasi, menolak pembangunan tembok perbatasan Trump, terlibat dalam berbagai pertempuran jalanan bersama anarkis dan anti-otoritarian lain dalam melawan ultra-kanan, memprotes Islamofobia, serta melakukan aksi langsung di banyak tempat publik, khususnya pendudukan kantor-kantor ICE di berbagai kota besar di perbatasan Amerika-Mexico. Continue reading “Feminisme Melawan Patriarkat dan Patriot”

Lucy Gonzales Parsons

oleh Dwi Nur Akbar

Menantang seksisme pada masanya, Lucy Parson binti Waller, istri salah seorang martir Haymarket, Albert Parsons, adalah salah satu perempuan paling berpengaruh dalam gerakan anarkis maupun buruh Amerika Serikat (AS) di abad ke-19.

Sayangnya, sebagaimana kita tahu, Lucy Parsons yang seorang aktivis afro-amerika pertama dan yang paling penting bagi gerakan kiri AS itu, dokumentasi historis tentang dirinya amatlah minim dijumpai. Sumber yang kredensial barangkali tidak sekaya dan sebanyak bahasan tentang Emma Goldman atau Rosa Luxemburg. Namun bukan berarti sumbangsih dan legasi Lucy kalah penting. Continue reading “Lucy Gonzales Parsons”

Cinta dan Ikatan

oleh Christian Adi Candra

“Saat cemburu

yang membelenggu, cepat berlalu

 Jatuh cinta itu biasa saja”

ERK – Jatuh Cinta Itu Biasa Saja

Sore itu saya dibuat heran dengan video yang teman saya perlihatkan, tentang perempuan yang dicaci-maki seorang istri karena dituduh menggoda suaminya. Masyarakat saat ini biasa menyebutnya pelakor, akronim dari “pencuri laki orang”. Agak lucu bagi saya, dan memuakan sebenarnya. Lalu teman saya bertanya, “siapakah yang salah di kasus ini?” Dengan yakin saya jawab bahwa hubungan percintaan yang mengikatlah yang salah. Continue reading “Cinta dan Ikatan”

Emma Goldman: Perempuan yang Paling Berbahaya

oleh Peter Marshall

Emma Goldman tampil lebih sebagai aktivis ketimbang pemikir. Bagi teori anarkisme, ia telah memberikan kontribusi yang abadi. Ia menegaskan dimensi feminis yang sebelumnya hanya tersirat pada pemikiran Godwin dan Bakunin. Goldman tidak hanya menekankan aspek psikologi pada subordinasi perempuan, namun juga membuat sintesa yang kreatif dari individualisme personal dan komunisme ekonomi. Sebagai orator anarkisme, agitator bagi kebebasan berbicara, pelopor dalam masalah kontrol kelahiran, kritikus bagi Bolshevik dan seorang pembela Revolusi Spanyol, Goldman disebut sebagai satu dari perempuan yang dianggap paling berbahaya pada masanya. Bahkan setelah kematiannya, reputasinya tidak pernah dilupakan orang. Continue reading “Emma Goldman: Perempuan yang Paling Berbahaya”

Tarian Cinta dan Revolusi Emma Goldman

Ini Bukan Revolusiku (Kumpulan Esai Anarko-Feminisme)
Emma Goldman (Penerjemah: Bima Satria Putra)
Pustaka Catut, 2017

Cinta bebas? Seolah cinta adalah sesuatu yang tidak bebas! Manusia telah membeli otak, tetapi jutaan orang di dunia telah gagal membeli cinta. Manusia telah ditundukkan oleh tubuh, tetapi semua kekuatan di bumi belum mampu menaklukkan cinta. Manusia telah menaklukkan seluruh bangsa, tetapi semua pasukannya tidak bisa menaklukkan cinta. Manusia telah dirantai dan terbelenggu semangatnya, ia menjadi benar-benar tak berdaya sebelum cinta mendatanginya. Tinggi di atas takhta dengan semua kemegahan dan kemewahannya untuk dapat memerintah, manusia tetaplah miskin dan terpencil, kecuali jika cinta melewatinya. Dan jika cinta menetap, gubuk termiskin akan bersinar dengan kehangatan, kehidupan, dan warna. Dengan demikian, cinta memiliki kekuatan sihir yang membuat seorang raja menjadi pengemis. Ya, cinta itu bebas, ia dapat tinggal tidak di dalam atmosfer lainnya. Dalam kebebasan, cinta memberikan semuanya sendiri tanpa syarat, berlimpah, dan sungguh-sungguh![1]

Continue reading “Tarian Cinta dan Revolusi Emma Goldman”

Anarko-Feminisme: Menjadi Anarkis Saja Tidak Cukup

oleh Afra Suci

Feminisme dikenal sebagai paham dan gerakan yang memperjuangkan kesetaraan dan hak perempuan dalam berbagai aspek kehidupan (politik, ekonomi, sosial, lingkungan, seksualitas, dan lain-lain). Feminisme meyakini sistem masyarakat yang patriarkal merupakan sumber dari berbagai bentuk penindasan bagi perempuan dan kelompok marjinal lainnya. Patriarki telah menjadi dasar bagi sistem kekuasaan, kontrol, otoritas moral, dan eksploitasi yang berlaku di masyarakat. Sistem tersebut memberikan ruang bagi laki-laki dan suatu kelompok tertentu untuk mendominasi perempuan dan kelompok lainnya. Dominasi inilah yang dilanggengkan dalam berbagai pranata mulai dari negara, agama, ekonomi, adat, hingga keluarga. Continue reading “Anarko-Feminisme: Menjadi Anarkis Saja Tidak Cukup”

Fumiko Kaneko dan Sepi Sebagai Temannya

Belum lama ini, tayang sebuah film yang disutradarai oleh Lee Joon-Ik, film yang berjudul Anarchist from Colony tersebut sedikitnya berhasil menarik perhatian para penggemar film, terutama para anarkis. Film berdurasi 129 menit yang diangkat dari kisah nyata itu menceritakan perjuangan seorang anarkis bernama Park Yeol dan kawan-kawannya yang berasal dari Korea dan tinggal di Jepang, di masa di mana Korea berada di bawah kendali Jepang. Mereka bersama-sama merencanakan sebuah misi rahasia, tak lain, menerror kekaisan Jepang. Continue reading “Fumiko Kaneko dan Sepi Sebagai Temannya”