Femicide: Masihkah Perjuangan Perempuan Berharap pada “Kebaikan” Negara?

oleh Toety Kilwouw

“Sejak dimulainya tanah air modern (negara-bangsa), perempuan telah terjajah. Artinya, negara-bangsa memungkinkan pengontrolan seksualitas, fertilitas dan kemampuan atau tenaga kerja mereka. Tanpa terjadinya kolonisasi ini, baik kapitalisme maupun negara-bangsa tidak akan bisa dipertahankan”—Maria Mies.[1]

Adalah EM, seorang alumnus UGM Yogyakarta, ditemukan tewas berbalut sajadah setelah sebelumnya diperkosa. Lalu pada Juni 2013, NH, mahasiswa pascasarjana di Makassar dibunuh oleh rekan kerjanya dengan 49 tusukan diselingi tindak pemerkosaan saat korban terkulai lemah. Masih ada EL di Denpasar, bocah perempuan yang diperkosa kemudian dibunuh oleh salah seorang pekerja di rumahnya. Fenomena pemerkosaan dan kekerasan seksual memang tidak akan cukup jika diuraikan dalam lembar tulisan ini, mulai dari kasus serupa yang dialami bayi usia 9 bulan hingga nenek berumur 80 tahun. Continue reading “Femicide: Masihkah Perjuangan Perempuan Berharap pada “Kebaikan” Negara?”

Patriarki, Peradaban dan Asal-Usul Gender

“Young Spartans Exercising” oleh Edgar Degas (1860–62).

oleh John Zerzan

Peradaban, pada dasarnya, merupakan sejarah dominasi terhadap alam dan perempuan. Patriarki berarti penguasaan terhadap perempuan dan alam. Apakah kedua institusi ini merupakan sinonim? Continue reading “Patriarki, Peradaban dan Asal-Usul Gender”

Perempuan Zapatista Menginspirasi Perjuangan Melawan Patriarki

oleh Shirin Hess

Fajar baru saja menembus pegunungan. Sementara sebagian besar wanita dan anak-anak di tempat perkemahan masih tertidur, yang lain sudah terjaga, meringkuk bersama di sinar matahari pertama dan minum kopi.

Bagi pengamat yang biasa-biasa saja, tempat ini mungkin tampak mirip dengan tempat utama perkemahan festival. Namun, faktor yang membedakan adalah tidak ada seorang pun yang terlihat. Tanda di pintu masuk utama tidak membuat siapa pun ragu bahwa hanya perempuan dan anak-anak yang diterima di acara ini: “Laki-laki tidak diizinkan masuk.” Continue reading “Perempuan Zapatista Menginspirasi Perjuangan Melawan Patriarki”

Revolusi Paling Feminis yang Pernah Dilihat Dunia

Womens March di Rojava, 2018.

oleh Carne Ross

Di Rojava, sebuah kelompok anarkis Kurdi yang dipimpin oleh perempuan berada di jantung perjuangan melawan ISIS, dan di belakang pergolakan politik yang menempatkan kesetaraan di depan dan di tengah. Continue reading “Revolusi Paling Feminis yang Pernah Dilihat Dunia”

Membangun Demokrasi Tanpa Negara

oleh Dilar Dirik

“Ketika orang-orang pertama kali datang ke rumah kami beberapa tahun yang lalu dan meminta kami untuk bergabung dalam komune, aku melempari mereka dengan batu agar mereka pergi,” tawa Bushra, perempuan muda asal Tirbespiye, Rojava. Ibu dari dua anak ini adalah pengikut sekte agama ultra-konservatif. Sebelumnya, ia tidak pernah diperbolehkan untuk keluar rumah dan seluruh tubuhnya tertutup kecuali mata. Continue reading “Membangun Demokrasi Tanpa Negara”

Membangun Kekuatan dan Mengembangkannya: Untuk Reformasi, Bukan Reformisme

“Kami akan melakukan semua reformasi laksana semangat serdadu maju ke depan merebut wilayah yang diduduki musuh di jalannya.” – Errico Malatesta [1]

oleh Thomas Giovanni

Sebagai anarkis komunis, kita melawan reformisme. Namun, kita hadir untuk reformasi. Kami percaya bahwa secara fundamental, seluruh sistem kapitalisme, negara dan segala sistem hierarki, dominasi, penindasan dan eksploitasi manusia terhadap manusia harus dihapuskan dan diganti dengan demokrasi langsung, hubungan sosial yang egaliter dan ekonomi tanpa kelas yang berdasarkan kontribusi sesuai kemampuan dan distribusi sesuai kebutuhan. Namun, revolusi sosial semacam itu hanya bisa terjadi melalui kekuatan kelas populer sendiri dari bawah ke atas. Dalam mewujudkan revolusi sosial semacam itu juga masyarakat yang bebas dan setara, kita harus membangun kekuatan kita dalam rangka persiapan untuk transformasi mendasar dunia ini, membangun perjuangan di sepanjang jalan. Akhirnya tuntutan kita akan mengancam kelas elit yang harus mereka tanggung; dan penolakan mereka terhadap dorongan kita untuk kebebasan akan terlalu berat bagi kita untuk mentolerirnya lebih lama lagi. Continue reading “Membangun Kekuatan dan Mengembangkannya: Untuk Reformasi, Bukan Reformisme”

Anarkis-Feminisme: Makhluk Apa Lagi Itu?

oleh Peggy Kornegger

Sebelas tahun yang lalu, ketika saya masih di sebuah sekolah menengah di kota kecil di Illinois, saya belum pernah mendengar kata “anarkisme” -sama sekali. Yang paling dekat dengan saya adalah mengetahui bahwa anarki berarti “kekacauan”. Mengenai sosialisme dan komunisme, kelas sejarah saya entah bagaimana menyampaikan pesan bahwa tidak ada perbedaan antara mereka dan fasisme, sebuah kata yang mengingatkan Hitler, kamp konsentrasi, dan segala macam hal mengerikan yang tidak pernah terjadi di negara bebas seperti kita. Secara halus saya diajarkan untuk menelan mentah-mentah secara hambar politik tradisional Amerika: moderasi, kompromi, pembatasan, Chuck Percy sebagai anak yang ajaib. Saya belajar dengan baik: butuh waktu bertahun-tahun untuk mengenali bias dan distorsi yang telah membentuk seluruh “pendidikan” saya. “Kisah-Nya” tentang umat manusia (kulit putih) hanya punya arti sebagai berikut; sebagai seorang perempuan, saya terdegradasi sebagai sebuah keberadaan dari tangan kedua. Sebagai seorang anarkis, saya tidak memiliki eksistensi sama sekali. Seluruh bagian dari masa lalu (dan dengan demikian kemungkinan untuk masa depan) telah disembunyikan dari saya. Baru belakangan ini saya menemukan bahwa banyak dari impuls politik saya yang terputus dan kecenderungannya untuk berbagi kerangka umum -yaitu, tradisi pemikiran anarkis atau libertarian. Saya seperti tiba-tiba melihat merah setelah bertahun-tahun mengalami buta warna. Continue reading “Anarkis-Feminisme: Makhluk Apa Lagi Itu?”

Maria Nikiforova: Komandan Perempuan Tentara Hitam Anarkis Ukraina

oleh Malcolm Archibald

Biografi gerilyawan anarkis Ukraina yang bertempur dengan Tentara Pemberontak Revolusioner Ukraina (Revolutionary Insurrectionary Army of Ukraine). Diterbitkan oleh Black Cat Press, Edmonton 2007. Karya yang dipublikasikan termasuk daftar isi, catatan kaki, grafik, foto, dan bibliografi. The Nestor Makhno Archive telah mengubah beberapa ejaan dan mengoreksi beberapa kesalahan tipografi untuk versi online ini, dan tidak mencantumkan catatan kaki dan bibliografi. Kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Jungkir Maruta untuk AFFC Indonesia. Continue reading “Maria Nikiforova: Komandan Perempuan Tentara Hitam Anarkis Ukraina”

Pervertfobia dalam Gerakan Feminis

oleh Narayana Utara

Beberapa waktu lalu, saya mengikuti aksi Women’s March yang serentak diadakan di beberapa kota di Indonesia. Ada banyak poster dan spanduk yang dibentangkan dalam aksi tersebut, khususnya penolakan terhadap Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) berbasis gender. Selain itu ada poster penolakan atas kekerasan seksual, pelecehan seksual, otoritas terhadap tubuh, dan masih banyak lagi poster-poster yang mengangkat isu tentang seksualisme. Namun, ada beberapa poster yang membuat saya berpikir dua kali, atau bahkan lebih. Misalnya poster bertuliskan “bukan baju gua yang porno, tapi otak loe.” Poster tersebut menuduh bahwa otak cabul yang menjadi penyebab terjadinya pelecehan seksual. Ada juga poster yang bertuliskan “baju gue lu urusin, birahi loe dibiarin, yang secara tersirat menyatakan kemarahan karena pakaian perempuan yang disalahkan, sementara birahi laki-laki sudah dapat pemakluman atas terjadinya pelecehan seksual. Atau dengan yang satu ini: “buanglah pikiran kotor pada tempatnya.” Aduh, sayang. Tidak. Jangan. Tidak seharusnya juga kita menghindari pikiran-pikiran kotor yang secara alamiah timbul, tanpa kita memintanya. Biarkan saja dia tumbuh menjadi liar, nikmati saja kemanusiaan ini. Dan satu lagi tak ketinggalan, “jangan jadikan aku bahan coli.” Terus apa yang harus laki-laki bayangkan? “Kuda?” protes salah satu kawanku dari Jogja. Perempuan yang masturbasi pun membayangkan kontol. Terus bagaimana kalau laki-laki yang bilang, “jangan jadikan aku bahan masturbasi.” Lalu kamu mau bayangkan apa? Kontol kuda? Halah, kuda lagi. Sapi kek. Mungkin, karena masih sedikit perempuan yang melakukan masturbasi (atau sebenarnya banyak, hanya saja mereka malu untuk mengungkapkan itu), jadi yang terkenal meluapkan hasrat seksual terhadap dirinya dan imajinasinya hanya laki-laki. Karena laki-laki melakukan masturbasi (dan ini sudah sangat wajar dilakukan laki-laki, dan telah mendapat pemakluman publik), dan sebaliknya tidak bagi perempuan, lalu pada titik inilah para “feminis” menyerang. Continue reading “Pervertfobia dalam Gerakan Feminis”

Asing di Rumah Sendiri: Anarkisme, Feminisme & Masyarakat Adat

oleh Jason Michael Adam[1]

Ketika Gerakan Indian Amerika (AIM) mulai bersatu di akhir 1960-an, tujuan utama dari kelompok swa-organisasi adalah perlindungan orang-orang Indian di perkotaan dari pelanggaran Hak Sipil di tangan polisi, pengadilan dan sistem penjara. Namun, dalam beberapa tahun, AIM dan kelompok afiliasinya dapat mengklaim telah mempengaruhi sejumlah keberhasilan yang jauh lebih besar, termasuk berakhirnya Termination Act,[2] dan adopsi resmi kebijakan penentuan nasib sendiri oleh pemerintah AS, yang dengan demikian mengirimkan gaung secara internasional, menunjukkan bahwa negara-negara koloni tidak dapat lagi secara sederhana menentukan kebijakan tanpa berkonsultasi dengan masyarakat adat sendiri dan memasuki perundingan pemerintah-ke-pemerintah. Apa yang paling memancing rasa ingin tahu tentang pergantian dramatis ini, adalah bagaimana secara radikal ruang yang mana ia berasal dari berbagai jenis klise psikis yang masih secara rutin dimasukkan ke dalam ilmu pengetahuan sosial, khususnya Hubungan Internasional (HI).[3] Meskipun masyarakat adat umumnya terwakili dalam kerja seperti itu sebagai lingkungan pedesaan, yang parokial, ‘di luar jalan’ (yang oleh karenanya tidak relevan dengan politik global), apa yang diabaikan dari gambaran macam itu bukan hanya bahwa pada hari ini sebagian besar penduduk asli Amerika tinggal di lingkungan perkotaan -dan bahwa sebagian besar dari 3 juta orang ini telah memiliki beberapa generasi- tetapi juga bahwa seluruh organisasi modern Biro Kebijakan Indian (BIA) di Amerika Serikat mulai tidak tinggal pada tempat reservasi, tetapi di tempat yang Max Weber gambarkan sebagai situs “menetap bersama antar suku-suku”, ruang di mana “Hubungan Internasional” paling sering terjadi: kota. Continue reading “Asing di Rumah Sendiri: Anarkisme, Feminisme & Masyarakat Adat”